Fiat Lux

Rabu, 08 Juni 2011

Jakarta: Suatu Sore di Monas

22.18 Posted by Arasy Aziz No comments
Mengenal Jakarta, terasa belum lengkap tanpa mengenal Monas. Obeliks yang menjulang ditengah kota  ini seolah telah menjadi ikon bagi propinsi ini. Lihatlah betapa bangga rakyat DKI dengan menjadikannya bagian dari logo propinsi. Bagi pejalan kaki, Monas merupakan spot penting yang layak dikunjungi. 

Menjulang. Monas menjulang gagah sebagai ikon kota Jakarta.

 

Pada suatu sore, saya berkesempatan berkunjung ke kompleks Monas. Dari Senen, saya memilih menggunakan bis dan turun di stasiun Gambir. Jangan takut terpapar matahari, karena pedestrian seputaran Monas terbilang hijau dan asri. Ditemani seorang teman, saya mulai menyusuri wilayah Monas yang luas. Sayang sekali, kami tidak berkesempatan masuk ke ruangan-ruangan Monas karena hari telah terlampau sore. Namun hal ini tidak menjadi masalah mengingat di seputaran monas tampaknya terdapat sejumlah obyek foto yang bagus.

Asri. Pedestrian seputaran Monas yang tertutup kanopi hijau.


Perkasa. Patung Diponegoro mengendarai kuda, sejajar dengan Monas.



Untuk mengelilingi kompleks Monas, terdapat sejumlah pilihan moda transportasi, baik naik kendaraan khusus yang disediakan, ojek, maupun seperti saya, berjalan kaki. Dengan berjalan kaki, perjalanan terasa lebih nikmat.Sore itu, kompleks Monas dipenuhi warga yang menjalankan berbagai aktifitas seperti jogging, bersepeda, berpacaran mengitari Monas, atau sekadar berekreasi.Terlihat pula pedagang kaki lima yang menjajakan berbagai barang dan jasa. Pada suatu sudut, terdapat pemandangan menarik dimana sejumlah orang tengah memainkan layangan, mainan tradisional yang cukup sulit ditemui di kota-kota besar. Suatu keadaan ajaib bagi saya. Terlihat wajah-wajah sumringah anak-anak, yang membuktikan keberadaan mainan tradisional kadang dibutuhkan. Saya sendiri sempat menolong seorang anak yang layangannya tersangkut di pohon.  Anak itu mengucakan terima kasih, kemudian berlalu menuju teman-temannya. Selain itu, dua orang pengendara sepeda sempat menyapa saya yang sedang asik memotret. Ah, ada-ada saja.

Dikompleks ini juga terdapat area hutan mini. Hutan mini tersebut dimafaatkan sejumlah orang untuk duduk santai menghirup oksigen segar produksi pepohonan. Hutan ini juga sering dimanfaatkan oleh sejumlah orang untuk memadu kasih. Terdapat pula sejumlah tuna wisma yang tertidur dibawah naungan dedaunan hijau. Saya termasuk "beruntung" mendapati pemandangan ini.


Mesra. Sepasang kekasih terlihat berjalan beriringan menuju tugu Monas.

Bermain Layangan. Sejumlah orang memanfaatkan Monas untuk bermain layangan ditengah keterbatasan tanah lapang di Jakarta.



Hutan Mini. Sekitaran tugu Monas disesaki hutan hijau sebagai paru-paru kota


Pulas. Seorang tunawisma tertidur dibawah kanopi hijau

 Saya melanjutkan bejalan kaki. Di bagian utara saya menemukan tugu Chairil Anwar, lengkap dengan ukiran puisi Kerawang-Bekasi dan puisi Diponegoro yang tepat menghadap monumen Diponegoro, dibatasi kolam. Uniknya,  Istana Merdeka (yang terletak di utara Monas), monumen Chairil Anwar, Diponegoro dan Monas terletak dalam satu garis lurus. Sayang sekali, pada ukiran puisi Karawang- Bekasi dan Diponegoro terdapat sejumlah coretan nakal yang mengurangi nilai estetisnya.

Abadi. Sang pujangga, Chairil Anwar dan karya abadinya diabadikan dalam sebuah monumen.

Coretan Nakal. Karya tulis marker yang "menghiasi" puisi Diponegoro.

- : -

Dari sejumlah keaadaan diatas, tampaklah bahwa kompleks Monas merupakan salah satu titik utama aktifitas warga Jakarta dari berbagai kalangan. Atmosfer asri yang diciptakan di sekitaran Monas menjadikan  banyak warga yang memilih Monas sebagai destinasi wisata murah. Hal ini menjadikan Monas seolah tak pernah sepi pengunjung. Kedaan ini nampaknya akan terus bertahan hingga beberapa tahun nanti.

Akomodasi:
Dari terminal Senen, naik bus patas jurusan Ciledug, Cimone, atau Blok M, turun di halte timur stasiun Gambir, dilanjutkan berjalan kaki.

0 komentar:

Posting Komentar