Fiat Lux

Selasa, 24 Januari 2012

Surabaya : Misi Terakhir KRI Pasopati 410

19.31 Posted by Arasy Aziz No comments
Sisa-sisa kejayaan angkatan laut Indonesia di tengah Kota Surabaya, dalam misi terakhir sebagai monumen.

Tanggal 28 Juli 1962, kapal selam KRI Pasopati 410 milik Angkatan Laut Indonesia dari satuan Hiu Kencana memulai tugas operasi dibawah perairan utara Irian Barat. Dia tak sendiri. Bersamanya bergerak lima kapal selam lain dari satuan yang sama diantaranya KRI Tjudamani 411, KRI Bramastra 412 dan KRI Alugoro 406. Atas perintah langsung dari Kepala Staf Angkatan Laut, 'hiu-hiu besi' ini ditugaskan untuk menghalau kapal-kapal perang Belanda yang berniat meninggalkan Irian Barat, dengan tajuk operasi 'Alugoro'. Operasi ini berakhir pada 15 Agustus 1962 pasca ditandatanganinya persetujuan New York. Atas bantuan kapal selam-kapal selam ini, merah putih berhasil dipertahankan di bumi Papua.

- :: -

Pada 1952, Indonesia berhasil menasbihkan diri sebagai kutub kekuatan militer terkuat di Asia Tenggara seiring dengan pemesanan 12 unit kapal selam jenis SS tipe Whiesky dari Rusia. Hal ini tak lain merupakan upaya Show Force pemerintah Indonesia kepada negara-negara Barat, utamanya Belanda yang saat itu terus berusaha merongrong kedaulatan Indonesia. Sebentuk tekanan psikologis yang efektif, mengingat armada kapal selam buatan Vladiwostok ini amat ditakuti blok NATO pada masanya. Pada 1962, kapal selam-kapal selam tersebut resmi berfabung dalam jajaran TNI-AL dan mulai melaksanakan sejumlah operasi-operasi penting. Salah satu yang paling terkenal adalah kontribusi besar armada ini dalam operasi Trikora di Irian Barat seperti gambaran diawal. Sayang, sejarah gemilang ini harus mulai berakhir kala Rusia menghentikan ekspor suku cadang militer ke Indonesia pasca peristiwa Gestapu. Untuk menutupinya, upaya kanibalisasi suku cadang antar kapal terus dilakukan, sehingga satu demi satu kapal selam-kapal selam ini harus diistirahatkan, dan menyisakan KRI Pasopati 410. Setelah sempat berjuang seorang diri, akhirnya pada 25 Januari 1990 KRI Pasopati 410 berhenti beroperasi. Tapi tahan, jangan terlampau sedih dahulu. Sejarahnya tenyata belum berakhir disitu.

Dalam lawatan insidental ke Surabaya, saya dan dua orang kawan bersepakat untuk mengunjungi rumah baru KRI Pasopati setelah pensiun dari masa tugas. Ya, sejak 15 Juli 1998, kapal selam ini resmi berpindah rumah ke sudut Jalan Pemuda, Surabaya, bersisian dengan Sungai Kalimas guna menjalankan misi terkhir dengan nama Monumen Kapal Selam (berikutnya saya sebut Monkasel). Memindahkannya ke tengah kota Surabaya konon bukan perkara mudah. Dari peristirahatan terakhirnya,  kapal selam berbobot 1300 ton ini harus dipotong-potong menjadi enam belas bagian untuk mempermudah proses transportasi. Sejak saat itu, KRI Pasopati 410 dibuka untuk umum dan menjadi destinasi wisata baru.

KRI Pasopati 410 yang legendaris.
Letak Monkasel yang sangat dekat dengan Stasiun Gubeng menjadi alasan utama kami. Sekitar 5 menit mengayunkan kaki, kami tiba di gerbang komplek monumen. Monkasel bisa dibilang lain dari yang lain. Jika sebagian besar museum atau monumen memilih menyajikan replika, maka Monkasel menawarkan tubuh asli dari kapal selam KRI Suropati 410 yang legendaris itu. Memasuki ruang demi ruang, kita diajak untuk menyelami gambaran kehidupan didalam kapal dalam masa tugasnya. Kita juga diperkenankan untuk mencoba sejumlah peralatan seperti Periskop dan tempat torpedo. Selain itu diluar bangunan kapal selam terdapat fasilitas video rama guna melengkapi penjelasan akan budaya maritim Indonesia. Sayang sekali kami tak berkesempatan memanfaatkan fasilitas ini.

Wadah torpedo siap menembak musuh.
Pintu penghubung antar ruang. Harus merangkak memasukinya.
Sedikit detil sejumlah perlatan di lambung kapal selam.
@Atikazahra8 mencoba peralatan periskop.

Kita agaknya perlu mengangkat dua jempol untuk para awak KRI Pasopati di masa lalu. Betapa tidak, layaknya armada perang buatan Rusia lainnya, aspek kenyamanan dalam kapal selam ini sangat di anak tirikan. Ketiadaan fasilitas sanitasi dan penyulingan air laut yang baik. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya para awak dalam urusan bersih diri. Selain itu KRI Pasopati 410 tak dilengkapi fasilitas pendingin ruangan, sehingga suasana gerah mewarnai setiap operasi kapal selam ini. Berbeda 180 derajat dengan kondisi monumen saat ini yang dilengkapi air conditioner disejumlah titik. Pengorbanan besar untuk kedaulatan yang layak diapresiasi.

Pemandangan dari lambung kanan KRI Pasopati 410.
Diorama peranan TNI-AL dan sejarah kemaritiman nusantara.
Sejumlah anak yang terjebak dalam darmawisata.
Bersantai di tepian Kalimas, di fasilitasi pengelola.

Agaknya pengelola monumen ini lihai betul menyasar pangsa pasar. Selain bangunan KRI Suropati 410, terdapat kolam renang anak guna menarik minat kaum belia.*Yang menarik, terdapat pula sejumlah meja-meja kecil di pinggiran Sungai Kalimas yang agaknya bertujuan memanjakan pengunjung muda yang hendak memadu kasih. Hal ini dikuatkan dengan jam buka monumen yang relatif berakhir larut, terhitung jam 8 pagi hingga 10 malam. Berminat?

Sekelumit tentang KRI Pasopati 410 dan Monkasel :
Kapal Selam Pasopati mempunyai panjang 76 m. Pasopati dilengkapi persenjataan terpedo yang panjangnya 7 meter berat 1.9 ton. Kapal Selam Pasopati bisa menyelam selama 7 hari dan membawa 63 ABK. # Harga tiket masuk monumen Rp 5000.

Minggu, 22 Januari 2012

Surabaya : #Penataran

02.58 Posted by Arasy Aziz No comments
Menikmati perjalanan dengan KA Penataran sembari berbagi cerita melalui media sosial Twitter.

Sebuah perjalanan insidental oleh saya (@arasyaziz), @maulanivina dan @Atikazahra8 terjadi pada suatu Sabtu pagi di awal liburan. Dengan niat awal mengunjungi seorang kawan di Tulungagung, kami justru beralih tujuan. Menuju Surabaya menggunakan KA Penataran.

Tiket KA Penataran.
Suasana dalam gerbong KA.
Layaknya perjalanan dengan kereta ekonomi lainnya, kita dipaksa maklum dengan suasana gerbong Penataran yang serba 'semau gue'. Tapi memandang keluar jendela dan sejumlah hal-hal lain kiranya dapat sedikit mengikis pemandangan tersebut. Spot-spot layak simak sepanjang perjalanan 3 jam Malang – Surabaya saya rangkaikan dalam kicauan ber-hashtag #Penataran.

  •  07.00, memulai langkah di Stasiun Malang. #Penataran 
  • Kalau saya tak salah tebak, gunung di ufuk kanan kereta ini adalah Sang Mahameru, puncak tertinggi di Pulau Jawa, berbalut awan. #Penataran 
  • Pengamen berinstrumen lengkap di Lawang menyajikan 'Sepanjang Jalan Kenangan', ada Cello-nya!! #Penataran 
  • Jelang Stasiun Bangil, sejenak manjakan mata oleh kebun Bunga Sedap Malam. #Penataran 
  • 08.30, Stasiun Bangil. #Penataran 
  • Konon Tahu Petis di Stasiun Bangil rasanya juara, pengasongnya datang langsung jadi rebutan! #Penataran 
  • Kereta mulai berderak pelan di atas Sungai Porong, tempat lumpur panas Lapindo dimuarakan. #Penataran 
  • Porong dan Surabaya dihubungkan oleh sebuah commuter line bernama Susi. #Penataran 
  • Lumpur panas Lapindo di kanan kereta, dipisahkan tanggul yang menahan amuk alam sekaligus destinasi wisata baru. #Penataran 
  • 09.08, Stasiun Sidoarjo. #Penataran 
  • Sidoarjo sebagai wilayah komuter Surabaya, sungguh kabur batas antara keduanya. #Penataran 
  •  Masuk Surabaya, bunyi super bising semakin sering mendera. #Penataran 
  • Jelang Gubeng, amati rasa 'cinta' Arek Suroboyo kepada Arema melalui graffiti vandal di dinding kota. #Penataran 
  • Pemandangan khas bantaran rel di metropolitan, rumah kardus. #Penataran 
  •  09.50, Stasiun Gubeng Suroboyo cuk! #Penataran

Dengan berbagi kisah di linimasa Twitter, pejalanan dapat terasa bebeda dan menyenangkan, bukan?

Sekelumit tentang KA Penataran :
KA Penataran merupakan kereta ekonomi yang melayani rute Surabaya – Malang – Blitar atau Surabaya - Malang. Uniknya, kereta api ini berganti nama menjadi KA Rapih Dhoho ketika tiba di Stasiun Blitar dan kemudian berganti melayani rute Blitar – Kertosono – Surabaya # KA Penataran memperoleh nama dari sebuah candi di daerah Blitars # Harga tiket Malang – Surabaya Rp 4000

Catatan :
Awalnya sejumlah tweet menggunakan hashtag #Surabaya , namun demi runtut cerita yang tematik semua tweet diganti menjadi ber-hashtag #Panataran dalam postingan ini.

Kamis, 19 Januari 2012

Malang : Dua Sisi Pantai Gua Cina

06.16 Posted by Arasy Aziz 1 comment
Berawal dari sebuah kekecewaan, kami justru menemukan destinasi baru. Sebuah pantai yang layak masuk dalam daftar tujuan anda dalam lawatan ke selatan Malang. Pantai Gua Cina dengan segala keunikannya.

Dasar mahasiswa. Meski sedang UAS, dengan jeda waktu antar ujian yang lebih dari 24 jam, saya dan teman-teman memilih membunuh waktu dengan berwisata. Jarak 70 km lebih kami libas demi memuaskan dahaga akan hiburan ditengah penat ujian.Tujuan kami pantai Sendang Biru di selatan Malang.

Dua jam berlalu sudah, dan gerbang Pantai Sendang Biru mulai tampak.Sayang sekali huru-hara yang sudah membuncah di dada kami harus padam mendadak. Secara sekilas Sendang Biru tak lebih dari pelabuhan kapal ikan. Kami yang sejak awal memang berniat berburu pasir dan debur ombak harus mengelus dada. Tapi tunggu, saya dan seorang kawan menolak kecewa dulu, sembari memutuskan untuk melanjutkan perburuan pantai dan meninggalkan kawanan kami sejenak. Usai berkendara selama 30 menit, kami memperoleh pencerahan, sebuah papan bertuliskan Pantai Gua Cina. Senyum kami mengembang, sebentang pantai berpasir dan debur ombak khas pantai selatan terpapar di depan mata!

Pantai Gua Cina dari sudut pandang sebuah papan petunjuk.

Pantai Gua Cina yang terletak di Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang ini memiliki dua sisi yang bertolak belakang tekstur pantainya, menjadikannya unik. Sisi pertama didominasi pantai berbebatuan karang sementara di sebelah barat terbentuk pantai yang lebih halus dan berpasir. Keduanya dibatasi oleh sebuah karang besar. Pantai ini menempati area seluas kurang lebih 11 hektar dan terletak agak tersembunyi dari jalan raya.Untuk mecapainya dibutuhkan kesabaran ekstra mengingat satu-satunya jalan akses kesana masih berupa tatanan bebatuan yang siap membuat shockbreaker kendaraan bekerja keras. Pemerintah memang telah berencana memperbaiki jalanan ini seiring dengan menyeruaknya semangat Visit East Java dan realisasinya agaknya telah terlihat. Tatanan batuan tadi nantinya menjadi alas dari jalan beton yang konon telah direncanakan.

Sisi berkarang pantai Gua Cina.

Pantai berpasir halus disisi yang lain.

Pantai Gua Cina memiliki hamparan pasir berwarna putih.

Nama Gua Cina sendiri sebenarnya merupakan nama sebuah gua yang berada di kawasan pantai ini dan terletak di dalam karang yang membatasi dua sisi pantai. Menurut cerita masyarakat setempat, sejak dulu gua ini seringkali digunakan sejumlah orang untuk melakukan ritual-ritual metafisika yang masih berlangsung hingga saat ini. Suatu ketika, seorang Cina (yang dimaksud barangkali seorang peranakan Tionghoa) melakukan meditasi dan meninggal dunia di gua ini. Kata 'Cina' pun disematkan pada nama gua ini. Saya sendiri sempat mencoba masuk kedalam gua sembari memerhatikan interior gua dari mulutnya. Untuk masuk lebih jauh saya agaknya belum berani, belum cukup kuat batinnya kata seorang bapak kepada saya. Saya tersenyum.

Penulis mencoba meneliti interior gua dari mulutnya.

Formasi stalagtit muda diatap gua.

Usai berkumpul kembali, kami langsung mengakrabi bibir pantai dan air laut yang disajikannya. Pengunjung perlu memerhatikan larangan berenang yang terpampang disejumlah titik. Hal yang wajar, mengingat pantai Gua Cina merupakan bagian dari rangkaian pantai selatan Pulau Jawa yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Perilaku ombaknya terkenal ganas. Sebetulnya masih banyak kegiatan lain yang ditawarkan kawasan ini yang dapat mebuat kita melupakan niat berenang, seperti berkemah, outbond dan kegiatan luar ruangan lainnya. Namun karena keterbatasan waktu, kami pun memilih bercengkrama di pinggiran dan membiarkan diri dimainkan sisa-sisa hempasan ombak.Tetap saja, hal ini tak layak ditiru.

Jejak langkah kawan-kawan yang terekam di pasir pantai.

Kultur ombak pantai selatan yang menderu ganas.

Salah satu spesies anggota philum Arthropoda di atas bebatuan karang.

Merasa terpuaskan kami pun berkemas untuk kembali melibas jarak menuju Kota Malang. Terselip harapan seorang bapak pensiunan dinas Perhubungan yang bertugas menjaga kawasan agar kami mengajak teman lebih banyak lagi. Harapan bapak itu saya tanam saja di dalam hati sembari berjanji untuk berkunjung dilain kesempatan.

Catatan :
Mengunjungi pantai ini diluar akhir pekan sangat disarankan. Kondisi yang sepi membuat pemandangan dan suasana pantai ini menjadi lebih memikat. Pada akhir pekan, padat!

Senin, 02 Januari 2012

Malang : Happy New Year Brawijaya!!

17.18 Posted by Arasy Aziz No comments
Salah satu pusat peradaban Kota Malang menolak ketinggalan merayakan detik-detik pergantian tahun. Semangat awal baru tak luntur meski seharian penuh Malang diguyur hujan. Acara yang dirangkaikan dengan Dies Natalies ke-49 kampus tertua di Bumi Arema ini didesain megah dan dipadati ribuan penyimak. Panggung disiapkan, seni dipentaskan, kembang api dinyalakan, kemudian 1, 2, 3.. selamat ulang tahun Brawijaya, selamat tahun baru Brawijaya!!

Gedung rektorat dan kerumunan yang menyemut.




Terompet-terompet di depan gerbang UB menanti pembeli yang singgah.


Kembang api ditembakkan.



Seorang gadis menikmati cahaya kembang api di langit Brawijaya.


Siluet kaki-kaki penyimak tahun baru a la Brawijaya.
Beberapa pengunjung menyempatkan berfoto dengan latar bundaran Rektorat.
Sisa perayaan. Terompet yang tergeletak begitu saja di jalanan.