Fiat Lux

Selasa, 29 Mei 2012

Sidoarjo : Ziarah Lumpur Lapindo

07.55 Posted by Arasy Aziz No comments
Matahari menyengat aspal jalanan Malang – Surabaya, pun kami yang sedang melaju diatas tunggangan roda dua, bonceng-membonceng. Kami dalam perjalanan menuju Kota Pahlawan, ketika merencanakan untuk singgah sejenak ke lokasi terjadinya salah satu tragedi kemanusiaan terbesar pasca reformasi. Tragedi ini lebih dikenal sebagai fenomena Lumpur Lapindo.

Tragedi lumpur Lapindo masih berlangsung, dan saat ini membentuk sebuah kolam lumpur raksasa, bahkan bisa disebut danau. Kolam lumpur ini sejatinya merupakan genangan hasil erupsi lumpur dari perut bumi. Untuk mencegah luberan yang semakin tak terkendali, pemerintah berinisiatif untuk membangun tanggul yang mengelilingi kawasan yang telah terlanjur tergenang. Lingkaran tanggul ini kemudian membentuk kolam penampungan lumpur raksasa yang ajaibnya malah dimanfaatkan sebagai destinasi vakansi baru, utamanya oleh wisatawan lokal. Pelawat memanfaatkan tanggul untuk berkeliling melihat-lihat genangan lumpur yang terhampar sejauh mata memandang. Jika malas mengayunkan kaki maka belasan unit ojek siap mengantar. Ojek ini sendiri dapat dikatakan sebagai roda penggerak ekonomi baru yang muncul pasca semburan lumpur.

Seorang Bapak mengajak anaknya melihat lumpur lebih dekat.
SUTET milik PLN yang terendam.
Untuk naik ke atas tanggul kami dimintai uang keikhlasan sebesar Rp 5.000. Kami cukup beruntung karena dapat melanglang jauh menjelajahi area tanggul. Sudah sebulan lamanya warga memblokir aktifitas para petugas BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) sehingga tidak ada pekerja yang terlihat berlalu-lalang, termasuk petugas keamanan yang biasanya berjaga-jaga. Kami bahkan leluwasa menuruni tanggul untuk merasakan berdiri di atas endapan lumpur yang telah mengeras sembari mengabadikan gambar. Sungguh tak layak ditiru.

Kawan-kawan merasakan berpijak di atas lumpur panas yang telah mengering.
SeorangKawan memperlihatkan sampel lumpur yang membatu.
Ada beberapa versi mengenai sebab menyeruaknya lumpur panas ke permukaan bumi Sidoarjo. Yang paling popular tentu saja akibat kesalahan PT Lapindo Brantas dalam eksploitasi migas yang mereka usahakan di wilayah Porong, Sidoarjo. Upaya pengeboran ini kemudian menembus endapan lumpur yang tersimpan di bawah perut bumi. Menurut para ahli endapan lumpur ini merupakan bagian dari fenomena gunung lumpur yang juga terdapat di sejumlah wilayah di tanah Jawa. Akibat perhitungan yang salah endapan ini kemudian memaksa keluar ke permukaan, setidaknya 100.000 meter kubik per hari. Alhasil, tak kurang dari 16 desa dan tiga kecamatan dipaksa teredampak dalam tragedi ini. Sejumlah ahli lain mengaitkan fenomena lumpur Sidoarjo dengan gempa yang terjadi di Yogyakarta beberapa bulan sebelumnya.

Coretan Vandal yang menggambarkan jengahnya warga terhadap para perusak.
Mengitari tanggul dengan roda dua.
Enam tahun hampir berlalu sejak semburan pertama terjadi. Lumpur yang dahulu basah bahkan telah mengering terlalu lama saat kami coba pijaki, sementara perubahan berarti terhadap berbagai lini  kehidupaan masyarakat terdampak agaknya masih nihil. Carut-marut dana kompensasi terhadap puluhan ribu warga yang harus kehilangan tempat tinggal bahkan belum selesai. Keluarga besar PT Lapindo Brantas yang paling bertanggung jawab berhasil bermain mata dengan dalih fenomena alam. Ya, fenomena lumpur Lapindo, akibat pendapat sejumlah ahli sebelumnya, digolongkan sebagai amuk bumi yang tak dapat dihindari. Luar biasa bangsa ini. Polemik sejatinya bukan cuma itu. Puluhan pabrik yang turut tenggelam kemudian menghasilkan ribuan angkatan kerja yang harus melanjutkan hari-hari efektifnya di rumah. Sarana pendidikan yang hilang, ancaman kerusakan lingkungan, dan bahaya terhadap kesehatan turut menambah pekerjaan rumah semua pihak yang terlibat. Sembari merenungkan jalannya enam tahun ini, masihkah harus menunggu tahun 2037, sebagaimana prediksi seorang Geolog Inggris, untuk menyelesaikan semua masalah? Agaknya kala itu Sidoarjo sudah ambles, menghilang dari rupa bumi.

Lumpur yang mengering sejauh mata memandang.
Sekelumit Tentang Lumpur Lapindo Sidoarjo:
Semburan lumpur Lapindo terletak di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Lumpur panas pertama kali menyembur pada 29 Mei 2006. # Transportasi : Untuk berkeliling melihat keseluruhan area tersedia ojek motor yang berkenan mengantar dengan bea Rp 10.000- Rp 20.000.

Rabu, 02 Mei 2012

Jakarta : An Amateur Metalhead Journey to the West (Catatan dari Hammersonic Metalfest)

01.24 Posted by Arasy Aziz No comments

Jika dalam cerita rakyat Cina terdapat kisah mengenai perjalanan Sun Gokong mencari kitab suci ke Barat, maka kisah saya agaknya serupa tapi tak sama. Serupa, mengingat saya menempuh perjalanan ribuan kilometer yang amat melelahkan membelah tanah Jawa dari Timur (Malang) menuju Barat (Jakarta), namun dengan tujuan berbeda dengan sang Siluman Kera. Kali ini saya berkesempatan bergabung dalam lautan massa yang menyerbu Lapangan D Senayan dengan satu destinasi: Hammersonic Metal Festival.

Selamat Datang di Ticket Box Hammersonic!

Hammersonic merupakan festival musik metal yang diklaim sebagai yang terbesar di kawasan Asia Tenggara dan menghadirkan 26 band lokal dan internasional, diantaranya Suffocation, Nile, Chthonic, Burgerkill, Deadsquad, dan Seringai. Panitia menyediakan dua panggung kembar bersisian, Hammer Stage dan Sonic Stage, yang memungkinkan penonton menikmati sajian cadas nonstop tanpa diganggu tetek bengek persiapan band. Satu band selesai di salah satu panggung, band di panggung yang lain langsung menggempur, silih berganti.

Backdrop yang disediakan panitia untuk pengunjung yang hendak mengabadikan eksistensinya di festival ini.

Panggung Kembar siap menggempur silih berganti.

Sesuai jadwal tepat pukul 09.30 festival dibuka oleh Straightout, unit Death Metal asal Indonesia, yang kemudian diikuti Funeral Inception (Death Metal, Indonesia), Dead Vertical (Grindcore, Indonesia), Massacre Conspiracy (Metalcore, Malaysia), Down For Life (Indonesia), Dawn Heist (Australia), Human Like Monster (Death Metal, Indonesia) dan Divine Codex (Death Metal, Italia).

Divine Codex, aksi Death Metal asal Italia.

Sejumlah line up terlihat berkeliaran diantara kerumunan penonton. Contohnya personel The Arson Project  ini. 

Matahari yang kian menyengat tak menurunkan atensi penonton ketika Noxa naik ke atas panggung, yang mewarnai aksi mereka dengan sejumlah cacian terhadap Super Junior. Suhu moshpit semakin panas ketika sang vokalis turun panggung dan bergabung dalam tarian liar. Sayang beberapa kali vokal Tonny Pangemanan hilang ditelan instrumen lain akibat mikrofon yang mati. Selanjutnya Impiety (Death Metal, Singapura), The Arson Project (Grindcore, Swedia), Death Vomit (Death Metal, Indonesia), Cyanide Serenity (Inggris), dan Nothnegal (Maladewa) berturut-turut tampil. Ketika GxSxD (Death Metal, Jepang) naik pentas, masalah sound terdengar semakin menjadi-jadi sehingga penampilan band Timur Jauh ini terasa kurang menggigit. Hal ini terbukti ketika acara ditunda beberapa menit untuk perbaikan. Penampilan Seringai dan Koil kemudian menjadi tumbal, dimana durasi tampil kedua band ini terpaksa dikurangi.

Tarian yang semakin liar ketika Tonny, vokalis NOXA, turun ke moshpit.

Krisna Sadrach, muncul di tenda operator panggung.


GxSxD, yang penampilannya terganggu masalah sound.

Penampilan Seringai merupakan salah satu yang paling saya tunggu. Dua hari sebelum festival digelar, unit High Octane asal ibukota ini meluncurkan singel Tragedi di dunia maya untuk diunduh gratis. Sayangnya dalam momen terebut saya masih terjebak dalam kereta ekonomi. Sonic Stage kemudian menjadi saksi ketika Tragedi dibawakan pertama kali diatas panggung. Tragedi sendiri akan menjadi bagian dari album terbaru Seringai, Taring, yang akan dirilis pada Juni 2012. Koil kemudian menyusul. Seperangkat aktivis Industrial Rock asal Kota Kembang ini menggempur dengan (sayangnya) hanya lima lagu, antara lain Aku Lupa Aku Luka, Nyanyikan Lagu Perang, dan Kenyataan Dalam Dunia Fantasi. Aksi banting gitar a la Otong tak luput disajikan. Seringai dan Koil saya catat merupakan dua band yang mengundang koor massal paling meriah.

Dilarang di Bandung, membuka penampilan Seringai.

Koil memikat, dan membanting gitar.

Usai break maghrib 30 menit, festival dilanjutkan oleh penampilan Dreamer, unit Doom Metal lokal yang memamerkan vokalis dan sejumlah lagu baru, seperti War of Kurusetra. Kemudian Chthonic, Band Taiwan yang terasa paling memanjakan mata. Penyebabnya tak lain atas kehadiran bassist Doris Yeh yang namanya tak henti dielu-elukan sepanjang penampilan. Vokalis Freddy Lim sempat memancing tawa karena berulang kali melafalkan, maaf, kata F*ck dalam Bahasa Indonesia (Ng*ntot. Red) dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Taiwan. Sayang satu-satunya lagu mereka yang saya kenal (Bloody Waves of Sorrow. Red) tak dimainkan malam itu. Meskipun demikian penampilan Chthonic malam itu dan balutan musik oriental yang mereka sisipkan mendapat kredit khusus dimata saya.

Menikmati Dreamer dari layar samping panggung.

Doris Yeh, bassist Chthonic, dalam balutan cahaya ungu. Keindahannya biar kami nikmati sendiri.

Usai Chthonic, Sucker Head, salah satu dedengkot Thrash Metal Indonesia, menggempur Sonic Stage. Usia yang semakin beranjak tua agaknya tak menghalangi Oom Krisna Sadrach dkk untuk tampil menghibur. Kemudian D.R.I, band Hardcore legendaris asal Amerika Serikat, sukses mengajak ribuan penonton berpogo ria. Disusul Burgerkill (Indonesia), Psycroptic (Death Metal, Australia), dan Deadsquad (Death Metal, Indonesia).

Burgerkill salah satu aksi metal terbaik tanah air.

Nile kemudian menghentak Hammer Stage dengan alunan Death Metal rapat dengan bebunyian etnik padang pasir (Mesir khususnya). Lepas tengah malam Hammersonic diakhiri oleh penampilan Suffocation, unit (lagi-lagi) Death Metal yang datang jauh-jauh dari Amerika Serikat sebagai salah satu headliner. Selama satu jam vokalis Frank Muller aktif mengajak penonton untuk ber-moshing ria sembari dirinya (seolah) menari Tortor mengikuti gebukan pedal drum. Saya amat berbahagia ketika permintaan encore penonton yang mambahana dipenuhi, sehingga (lagi-lagi) satu-satunya lagu yang saya kenal dari band ini, Infecting the Crypts, digeber diatas panggung, sekaligus menutup secara resmi festival ini.

Para penonton terlihat membiru ketika Suffocation tampil menutup gelaran Hammersonic.

Diantara wajah-wajah yang terpuaskan, terdapat sejumlah hal yang masuk catatan kecil metalhead kelas teri dan bau kencur seperti saya. Pertama, mekanisme antri secara subyektif saya nilai kurang rapi akibat ketiadaan pagar pembatas antrian. Para penonton yang ingin segera masuk awalnya berbaris rapi terlihat berebutan ketika diujung antrian tiba di depan ticket box. Saya sempat  dibuat kesal oleh masalah ini. Kedua, porsi antar sub genre dalam mengisi festival terasa kurang seimbang, dimana band Death Metal mendominasi line up. Barangkali wajar, mengingat salah satu cabang metal ini memang tumbuh bak jamur di musim hujan dalam skena bawah tanah lokal. Contoh kecil, di Ujungberung saja sebagai salah satu wilayah di Kota Bandung tercatat lebih dari 600 band yang bermain di ranah ini (Kimung, dalam Radio Show TV One). Hal ini  barangkali menjadikan band-band Death Metal dipilih sebagai penarik massa sehingga dilebihkan porsinya. Sayangnya, Indonesia juga masih punya ratusan aksi dari sub genre lain, sebut saja Kelelawar Malam, Komunal, Rajasinga, dan masih banyak lagi, yang layak diperkenalkan ke dunia.

Akses Keluar Masuk area festival.
Ketiga, dan yang terpenting, festival ini jelas menjadi ajang  komparasi sembari membuktikan bahwa skill penggiat musik bawah tanah lokal tak jauh berbeda (jika tak mau dibilang melebihi) dibandingkan musisi-musisi luar negeri. Saya dibuat terkagum melihat kemampuan para aksi lokal, Stevie Item dari Deadsquad misalnya,  memainkan nada-nada gitar yang terdengar rumit di telinga saya yang buta nada. Tak kalah memukau dibanding paras Doris Yeh (ah, dia lagi). Terlepas dari semua itu, Hammersonic tetap berhasil, sesuai namanya, memberi sensasi pukulan palu yang bertalu-talu ke wajah dan telinga lebih dari 15.000 manusia beruntung melalui sound ribuan megawatt yang dipertontonkan. Keep metal flag flying high!

Sekelumit tentang Hammersonic Jakarta International Metal Festival:
HTM tahun ini Presale 1 Rp 100.000, Presale 2 Rp 150.000 On the Spot Rp 200.000. # Transportasi : Lapangan D Senayan dapat dijangkau dengan berbagai moda transportasi dalam kota, misalnya Bus PATAS AC jurusan Senen – Ciledug, jurusan Senen – Ciputat, dll. # Akomodasi : Hotel Sultan, Hotel Atlet Century Park, Mesjid Al Azhar, emperan Fx Plaza Senayan (saya mencoba yang terakhir).