Fiat Lux

Minggu, 13 Januari 2013

3.5

00.42 Posted by Arasy Aziz , No comments


Andai IP 3 cukup mainstream di Fakultas Hukum, maka kiranya individu-individu disini umumnya perlu menaikkan standar realistisnya hingga angka 3,5. Bukan,  bukan saya besar kepala. Tapi konon memang standar pendidikan kampus saya kelewat rendah untuk universitas so called salah satu yang terbaik, cenderung membosankan, tidak direkomendasikan untuk para pencari tantangan.

Namun ujian akhir semester ini selera humor Tuhan dalam bercanda sedang dalam taraf yang menyenangkan. Saya dikerjai habis-habisan olehNya, ditampar, kemudian voila: saya tersadar. Saya tersadar bahwa meraih IP 3,5 keatas tak akan selamanya mudah, pun dengan kriteria penilaian kampus saya yang mengecewakan. Ujian-ujian yang tiba-tiba open book dan sebaliknya, misalnya, yang membuat saya beberapa kali terbahak di colloseum. Saya memang hampir tak pernah mencatat pelajaran. Tuhan tahu, dan menunggu.

Setelah ini meraih IP 3,5 keatas dapat dipastikan bukan perkara mudah lagi. Dan barangkali, apa yang kita capai selama ini tak lain merupakan doa-doa orang tua, kakek-nenek, buyut hingga generasi diatasnya, yang baru dikabulkan dalam periode ini. Kita cuma beruntung saja.

Sabtu, 05 Januari 2013

Perihelion

00.03 Posted by Arasy Aziz 1 comment

“The earth has received the embrance of the sun and we shall see the result of that love”
Sitting Bull.

Source: frenchtribune.com

Tahun baru yang kita rayakan dewasa ini adalah kumulasi sempurna antara tradisi dan kodifikasi pikiran masyarakat, dimana saya merupakan salah satu yang terdampak. Terlihat amboi, seolah tahun baru adalah ritus warisan arkaekum. Padahal peralihan sistem kalender Julius ke Gregorian terjadi baru saja, 1582. Penyeragaman satu Januari bahkan lebih muda, 1622. Bukan apa-apa dibanding usia sang surya yang ditafsir menginjak 2 milyar.

Banyak bentuk relasi antara matahari dan bumi yang telah dijabarkan secara ilmiah. Pada dua titik singgung antara apsis dan rute revolusi, misalnya, planet bumi kita tersayang mengalami titik terdekat dan terjauh dengan matahari. Artinya, ada dua potensi besar untuk menyimpangi ritual pergantian tahun dengan sudut pandang saintifik, jika kita cukup anti mainstream.

Saya lebih suka menyimak posisi terdekat bumi dengan matahari yang rata-rata jatuh pada 4 Januari (Sayang sekali tahun ini momen itu berlalu dua hari sebelum tanggal tersebut). Mereka sebut perihelion. Spesial bukan? Matahari yang kita itari selama ini hanya berjarak pada kisar 154 juta kilometer dengan berderet angka dibelakang koma, barangkali berarti peningkatan kalor meskipun tipis. Sumber energi terbesar tata bintang kita terasa karib saja. Patut dirayakan.

Maka pada hari perihelion seharusnya banyak individu yang menafsir matahari dalam wujud naranya, menyandang sifatnya yang panas bersahaja. Kuluman yang renyah? Ada matahari di dalamnya. Andai semua orang melakukan hal yang sama, barangkali dunia dipenuhi hati yang hangat.

Amat disayangkan kota saya, Malang hujan kemarin. Matahari hampir tidak muncul seharian. Padahal hari itu, saya memulai kembali pencarian entitas yang akan menemani saya menjalani satu tahun lagi tawaf bumi, menuju perihelionnya kembali. Andai Tuhan mempermudah.

Catatan: Ditulis diantara penat Musyawarah Anggota FKPH. Tidak mengambil hati naskah ini adalah pilihan bijak.