"The World is a book, and who those do not travel read only a page."
St, Augustine
Titik Awal. Kalo tak salah ingat, amat jarang rasanya saya mejeng di blog sendiri. |
1..2..3..saya
alpa menghitung berapa kali tengkuk saya meremang. Vakansi dalam mode
meransel lima hari ini luar biasa dan memaksa bulu kuduk saya berdiri
berulang. Kami memilih rute jalur pantura dengan lanskap hutan gunung
sawah lautan sepanjang jalan, tambak-tambak garam, semangat
pluralitas di Lasem, jejak-jejak Kartini, penghargaan keberagaman a
la Sunan Kudus dan heroisme Palagan Ambarawa.
Jalur
pantura membentang sepanjang 1.316 km dari Merak ke Banyuwangi,
melintasi lima provinsi di pulau Jawa. Hitungan kasar saya, kami
menjelajah seperenamnya. Berdasarkan catatan yang saya kumpulkan,
wisata jalur pantura didominasi oleh destinasi pantai dan religi.
Yang saya sebut belakangan tak lepas dari sejarah penyebaran agama
Islam di tanah Jawa dan kisah Wali Sanga. Selain itu pantura diwarnai
pula oleh cerita kebudayaan peranakan tionghoa dengan latar sejarah
panjang. Terhitung tujuh kali rombongan Laksamana Cheng Hoo alias Ma
He alais Sam Poo Kong menyandarkan armada di pantai-pantai utara Jawa
dalam ekspedisi menyuarakan kebesaran eksistensi Dinasti Ming.
Sebagian kru kapalnya memilih tidak melanjutkan perjalanan, menetap,
beranak-pinak, membangun peradaban.
Perjalanan
ke setengah bagian pantai utara Jawa Tengah ini awalnya merupakan
rencana cadangan dalam mengisi waktu liburan. Momentumnya sangat
tepat. Sebelumnya saya cukup direpotkan dengan urusan KRS yang konon
online, namun harus diakhiri dengan validasi di kampus. Trip kali ini
saya ditemani dua orang kawan, sebut saja Novada dan Marvey.
Kami bertiga memiliki modus berbeda. Saya fokus pada wisata
arsitektural, budaya dan alasan-alasan personal lainnya. Novada yang
berniat menemukan gadis-gadis layak simak dari berbagai belahan
Indonesia dan Marvey yang (konon) berburu ragam kulinari. Tujuan kami
satu persatu terpenuhi, dengan silang-campur pada prosesnya.
Belakangan, misalnya, saya dan Marvey ikut-ikutan Novada menyimak
gadis-gadis SMA Semarang yang bergerak pulang sekolah. Sindroma
jomblo akut.
Saya
harus berterima kasih kepada menara-menara suar yang turut membantu
perjalanan kami. Perjalanan kami dibuka dengan momen salah turun dari
bus, yang memaksa kami merepotkan Launa. Launa
kemudian bersedia menjemput kami, menyediakan makan siang yang lezat,
dan menjadikan rumahnya titik tolak keberangkatan.Selanjutnya Zahir
yang menyediakan kontrakannya
untuk kami bermukim selama menjelajah Semarang, Raras
dengan sumbangan destinasinya
dan Veda dengan
informasi berharga tentang jam pulang SMA di Semarang. Tak luput
setiap individu di pinggir jalan yang berkenan menunjukkan arah.
Ibarat
gadis kecil yang menjahit bonekanya dari kain perca, saya sedang
berupaya menyulam pecahan-pecahan penyusun Indonesia, yang dalam
bayangan saya akan bermanfaat guna meretas jalan negarawan saya
sendiri. Mereka bebas kalimat Soe Hok Gie bahwa 'Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat'. Jika kamu masih menerka
bagaimana keindahan negara kita sesungguhnya, kami melihat dengan
mata kepala sendiri alasan-alasan mengapa tanah air merdeka kita
layak dirawat dan dibanggakan. Mulailah iri.
Wuhuu! Backpack lagi? Asiknya
BalasHapuspertama kali mejeng di blog sendiri ya? Wah, coba deh pake bando ras, mungkin lucu, haha :p
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapusngga iri kok ndrong. because I walk in the same path also :p
BalasHapuslike!
HapusNamanya sama :O
Hapusyang punya nama Nabila kan ada ratusan ribu Nab hehe -__-
Hapusiyaya? Namanya bagus sih, hahaha XD
Hapuseniwei komen yang di atas diapus .___.