Fiat Lux

Minggu, 17 Maret 2013

Makam

20.49 Posted by Arasy Aziz 2 comments
Berapa banyak tanah yang manusia butuhkan? Di Bashkirs, para tetua desa mengimingi siapa saja dengan tanah seluas-luasnya mereka mau. Syaratnya: calon tuan harus mengukur sendiri dari sebuah titik, dan kembali sebelum terbenam matahari. Mudah sekali, kira Pakhom si tuan tanah. Dia berlari, berjalan, hingga titik mula-mula hilang dari pandangan. Aku akan menjangkau sejauh-jauhnya, hingga serusak-rusaknya sendi. Pakhom berhasil kembali, dengan luka. Luka dalam luka luar. Sesegera kemudian mati dia serupa babi, serakah.

Para tetua memberi hak terakhir Pakhom. Sepetak bilik tanah enam kaki untuk tempatnya berleha menanti pengadilan tinggi. “Itulah sebanyak-banyaknya tanah yang dapat kau peroleh”. Selesai perkara? Rasanya belum. Pakhom, bagaimanapun, telah tuntas menunaikan misinya. Kembali sebelum matahari tandas. Jika Pakhom pada akhirnya tidak dapat menikmati peluh yang dia alirkan, bagaimana dengan pewarisnya?

Tolstoy tidak cukup tertarik menambah beberapa karakter sebagai pendamping Pakhom dalam kisahnya Hanya ada pekerja-pekerja terkejut yang tiba-tiba muncul di akhir. Tapi Pakhom seorang manusia. Andai bisa serakah, harusnya dia punya birahi juga. Patut diduga si tuan tanah memiliki istri dan anak, atau setidak-tidaknya orang tua, atau keluarga semenda. Di Bashkirs lepas maghrib, sekelompok manusia patut diduga itu tergopoh menyusul. Lalu mendapati isyarat duka. Dia sudah tiada, ujar para tetua. Benarkah. Bagaimana dengan tanah yang kalian janjikan? Tetua-tetua menggerutu memble, dan menyerahkan tanah maha luas itu. Tiba-tiba kebingungan menyergap para pewaris. Pakhom kelewat kalap meluaskan dan meluaskan tanah hingga lupa mengajari siapapun cara menggarap dan memanfaatkan. Hendak diapakan tanah ini?

Ada pengetahuan tua yang diajari gagak-gagak kepada nenek moyang manusia, sama tuanya dengan seni menghabisi nyawa. Memakamkan. Pengetahuan asli yang menjadi rahim bisnis properti hari akhir menggiurkan. Makam menjadi aset, seperti blok-blok apartemen di utara ibukota. Jangan jauh-jauh membayangkan San Diego Hills jika sepetak di Tanah Kusir dewasa ini dihargai jutaan. 

Baiklah, ujar salah seorang pewaris memutus hening. Tanah maha luas ini, kita jadikan mega proyek pemakaman saja, amat banyak petak enam kaki, biar Pakhom punya banyak kawan.

Yang elit sekalian, tandasnya.


Terinspirasi dari cericit Goenawan Mohamad @gm_gm. Dan cerpen 'Seberapa Banyak Tanah yang Manusia Butuhkan' oleh Leo Tolstoy.

2 komentar: