Fiat Lux

Kamis, 14 Maret 2013

Dari Sebuah Jamuan Hukum Islam

05.11 Posted by Arasy Aziz No comments
Saya bangun dengan cara biasanya pagi ini. Maksud saya, agak terlambat seperti hari-hari sebelumnya, tidak tergesa Pagi yang menyenangkan semestinya disesap dengan pelan, menurut saya. Ibarat  menikmati gorengan pisang yang baru dirajang dari periuk sembari mengawinkannya dengan teh hangat. Perlahan. Bibir dan lidah kamu bisa melepuh jika kelewat nafsu.

Ada tugas jamuan pagi ini, mata kuliah hukum islam. Kami menghidangkan tema sumber hukum islam dan Al Quran. Jamuan berjalan kelewat lancar dan tidak menarik. Mahasiswa-mahasiswa yang malas-malasan menyimak dipaksa bertanya. Enam pertanyaan, dua sesi. Namun ada satu yang benar-benar mengusik.

"Kita mengenal dua macam sumber hukum, sumber hukum materiil dan sumber hukum formil. Apakah hukum Islam juga mengenal pembagian ini?"

Awalnya saya mengira jawabannya sederhana: "Tidak, pemahaman kita atas hukum Islam dengan menggunakan kacamata doktrin hukum barat telah sampai pada tahap memuakkan. Intinya, pembagian ini tidak bisa dipakai". Sekelebat kemudian saya bertanya lagi, masa' sih?

Beberapa pemikir berpendapat bahwa setiap agama, Islam termasuk tentu saja, memiliki dua dimensi yang  berbeda namun melekat, dimensi esoterik dan eksoterik. Dimensi esoterik terkait dengan sifat agama yang transdental, malampaui ruang waktu, abstrak, melangit. Yang satunya sebagai dimensi kebalikannya: agama memiliki struktur, kongkrit, relatif, membumi. Kedua dimensi ini, menurut hemat saya, kemudian dapat digunakan untuk menjawab masalah pembagian sumber hukum Islam berdasarkan sumber hukum materiil dan formil a la barat tadi. 

Sumber hukum materiil secara sederhana dapat dipahami sebagai tempat dimana nilai-nilai hukum itu digali mula-mula, umumnya bersifat abstrak. Dalam konteks hukum Islam, nilai-nilai ini adalah nilai-nilai universal yang diajarkan oleh semua agama, (saya mencomot pendapat Faetullah Gullen) antara lain kasih sayang dan cinta kasih. Bisa jadi hal ini berlaku pula dalam sistem hukum Kanonik dan lain-lain yang berasal dari kedaulatan Tuhan. Hukum Islam kemudian menambahkannya dengan nilai tauhid.

Nilai-nilai abstrak ini kemudian diturunkan dalam bentuk sumber hukum formil, sumber hukum yang berupa. Mewujudlah partikel-partikel nilai tersebut dalam kristal-kristal primer Al Quran, Al Hadits, hingga atribut sejenis Al Urf. Kristal-kristal ini menyusun mineral eksoterik hukum Islam, membumikannya, dan dalam lapangan sisi yang lebih luas, menciptakan dikotomi bernama agama.

Jamuan kami tiba-tiba jadi menarik beberapa detik. Ada yang berdansa-dansi di kelas yang lain. Wallahu'alam.

0 komentar:

Posting Komentar