Fiat Lux

Sabtu, 25 Juni 2011

Jakarta: Dari Museum ke Museum

22.56 Posted by Arasy Aziz No comments
Mencoba menjelajah dari satu museum ke museum di kawasan kota tua, saya dibuat tercengang dan bangga akan kebesaran bangsa ini. Museum – museum di kawasan kota tua cukup mampu membuka wawasan kita akan nilai – nilai sejarah dan budaya yang mewarnai perjalanan bangsa ini. Destinasi yang sayang untuk dilewatkan dalam lawatan ke Jakarta.


Membudayakan Museum. Sebuah even yang digelar untuk membudayakan kunjungan ke museum

Museum Bank Mandiri

Saya memutuskan menjelajah dari museum Bank Mandiri mengingat apabila turun dari angkutan kota, maka musum inilah yang pertama kali akan kita jumpai. Berhubung hari minggu, maka saya bisa melenggang masuk dengan gratis. Ruang demi ruang saya lalui. Mulai dari Kasdefeling, kas Cina, ruang produk bank, auditorium, ruang direksi dan lainnya. Di tangga menuju lantai dua saya menemukan mosaik kaca yang menarik. Diakhir penjelajahan saya sempat tersesat, namun justru menemukan bagian brangkas bank. Selain itu, terdapat pula bagian yang menggambarkan transportasi zaman kolonial, utamanya trem. Usai sholat dzuhur d musholanya, saya berpindah ke museum Bank Indonesia.

Replika. Museum Bank Mandiri dalam replika

Kasdefeling. Balkon utama museum Bank Mandiri

Mosaik. Kecintaan masyarakat Eropa terhadap seni tertuang disini

Hai Semua. Booth foto untuk mereka yang ingin bernarsis ria

Buku Besar. Buku besar yang benar - benar besar

Hilang dari Peradaban. Trem, kendaraan rakyat Batavia, yang kini hilang dari peradaban


Museum Bank Indonesia

Memasuki museum ini, pemeriksaannya hampir ketat. Kita diharuskan melewati metal detector (walaupun tidak ada penjaganya). Akhirnya, sama seperti di museum bank mandiri, saya p un melenggang gratis. Tak lupa saya diberi semacam kuisioner yang harus dijawab berdasarkan sejumlah panel yang akan dilewati.

Dibanding museum Bank Mandiri, museum Bank Indonesia terkesan lebih modern.Sejumlah panel dilengkapi kemampuan audio yang menunjang penjelasan. Runtut sejarah perkonomian Indonesia pun diceritakan secara lengkap, mulai dari zaman kolonial hingga masa kini. Akhirnya, setelah menjawab pertanyaan yang diajukan, saya menyelesaikan tur museum Bank Indonesia

Dengan Resmi Dibuka. Sebuah prasasti untuk meresmikan museum



Sudut - Sudut. Sejumlah sudut museum Bank Mandiri


Museum Fatahillah

Sebenarnya, saya telah mengunjungi museum ini pada Sabtu sore. Sayangnya, karena keterbatasan waktu, maka saya memutuskan mengunjungi museum ini lagi. Museum Fatahillah atau Museum Sejarah Jakarta bisa dibilang merupakan museum yan palin dikenal di kawasan ini. Museum ini sendiri memiliki sejumlah koleksi menarik seperti meriam Jagur dengan segala mitosnya, pedang keadilan yang digunakan untuk memenggal kepala, lukisan – lukisan bersejarah, hingga penjara bawah tanah. Selain itu, terdapat pula berbagai prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara, alat – alat purbakal yang ditemukan di sekitaran kali Ciliwung, hasil – hasil kebudayaan Betawi dan peninggalan kolonial, yang semuanya terangkum untuk menceritakan kedigdayaan Jakarta dulu hingga kini. Saya sempat menikmati sajian musik keroncong sambil beristirahat di bagian belakang museum, untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke museum Wayang.

Dari Masa ke Masa. Perubahan logo Jakarta seiring waktu

Ada Apa Disana? Menikmati sajian halaman belakang dari jendela

Siap Tembak. Meriam Jagur yang legendaris ditempatkan mengarah ke museum, seolah ingin menembak

Gelap, Kelam. Penjara bawah tanah dan bola - bola jeruji

Keroncong. Meikmati sajian musik keroncong di belakang museum 


Museum Wayang

Sebagai salah satu pusaka dunia, wayang memang layak di museumkan (dan dilestarikan, tentu saja). Di museum ini saya menemukan sejarah wayang, aneka bentuk wayang, serta wayang dari berbagai daerah dan negara. Saya juga menemukan replika tokoh kesayangan saya, si Unyil dan kawan – kawan lengkap, dari Cuplis hingga Melani, dari pak Ogah hngga pak Raden. Selain wayang, museum ini juga menyimpan sejumlah koleksi topeng nusantara. Saat saya berkunjung sebenarnya sedang diadakan pementasan wayang. Sayangnya, pementasan ini tertutup untuk umum.

Wayang Revolusi. Salah satu bagian dari perkembangan pewayangan nusantara

Wayang Raksasa. Kenal tokoh ini? ya, Hanoman.

Unyil All-Star. Si Unyil dibalik kaca

Topeng. Sebagian koleksi topeng museum Wayang
Lintas Bangsa. Berbagai produk wayang negara lain

Backstage. Menangkap gambar pagelaran wayang dari belakang panggung


Museum Bahari dan Menara Syahbandar

Inilah destinasi terakhir saya. Meskipun terletak agak terpisah, keduanya merupakan satu kesatuan. Dengan tiket 2000 rupiah, saya dapat memasuki kedua bangunan ini, ditambah bonus peta museum Jakarta. Dimulai dengan menaiki menara Syahbandar yang miring, saya diharuskan menaiki tangga – tangga tua yang masih kuat. Sayang sekali, upaya saya mencapai puncak terhenti oleh sebuah larangan dikrenakan bagian puncak masih dalam tahap renovasi. Lebih disayangkan lagi, baterai kamera saya habis. Sayapun berpindah ke musum Bahari dengan berjalan beberapa meter. Disini saya terpukau dengan sejarah kemaritiman Indonesia. Hal yang wajar, mengingat Indonesia adalah negara yang terbentuk dari untaian pulau – pulau diatas samudra luas.

Menara Miring. Meski miring, menara ini bukan menara Pisa
For Sale. Sebagia koleksi cenderamata menara syahbandar

Sisi Lain.  Salah satu bagian menara syahbandar, dimana sejmlah keterangan tampak diturunkan

Tangga Ke Atas.  Bagaimana rasanya melihat dari puncak?Saya cukup penasaran dibuatnya

Jelajah museum pun saya akhiri. Rasa bangga terbersit di hati saya menyaksikan kebesaran bangsa ini di masa lalu. Sudah tugas kita untuk mengembalikan kejayaan tersebut ke bumi pertiwi.

0 komentar:

Posting Komentar