Bukan
sungai-sungai yang mengalir: adalah air yang kepadanya kita sematkan imagi siklikal kuna berusia hampir dua milyar tahun. Dalam dahaga, kita menenggak dia
yang sama yang berkecipak dibawah sampan Charon, pengantar jenazah-jenazah menuju
baka. Air yang sama, yang kepadanya dibasuhkan Achilles demi kekal doa-doa. Air
yang sama, yang dengannya dibangun tembok-tembok Mesopotamia dan kebun-kebun roda
dan nafkah budak. Air yang sama, yang mengantar Musa kepada mula pengabdian. Adalah
air wakil dari kehidupan yang berulang. Adalah air kehidupan itu sendiri.
Sementara
sungai-sungai tak lebih dari sekadar perantara-perantara.
Namun
Yang Maha Mengukir tidak menciptakan ornamen-ornamen dari ruang hampa nilai. Bahkan
perantara-perantara memiliki peran dalam lakonnya masing-masing. Tak
terbayangkan hidup Charon, Achilles tanpa Styx. Tak terbayangkan bagaimana
peradaban pertama dimulai tanpa Eufrat dan Tigris. Tak terbayangkan bagaimana sang
penyampai sepuluh perintah akan menjadi tanpa Nil yang memisahkannya kedalam
takdir melawan ayahnya, anti-hero sejarah.
Sungguh
tak terbayangkan hidup siklikal dua milyar tahun tanpa sungai-sungai. Air yang
tercurah diatap-atap bumi meluruh secepat dia datang, pada saatnya mengusap
dalam tenaga apa-apa yang dilaluinya di bumi yang tanpa gurat. Air tak lagi
kehidupan itu sendiri. Kita menyebutnya katastrofi.
Adalah
air wakil dari kehidupan yang berulang. Dan sungai menghantar ujar sang siklikal
yang tak sempat diucapkannya kepada manusia yang menjadikannnya Ada.1) Beruntunglah dia, yang
di dalam namanya mengalir sungai-sungai.
Malang, 5 Juni
2014
Untuk
Riverningtyas, seorang Sahabat. PS: Sapardi-esque: [1]
0 komentar:
Posting Komentar