Matahari menyengat aspal jalanan
Malang – Surabaya, pun kami yang sedang melaju diatas tunggangan roda dua,
bonceng-membonceng. Kami dalam perjalanan menuju Kota Pahlawan, ketika
merencanakan untuk singgah sejenak ke lokasi terjadinya salah satu tragedi
kemanusiaan terbesar pasca reformasi. Tragedi ini lebih dikenal sebagai
fenomena Lumpur Lapindo.
Tragedi lumpur Lapindo masih
berlangsung, dan saat ini membentuk sebuah kolam lumpur raksasa, bahkan bisa
disebut danau. Kolam lumpur ini sejatinya merupakan genangan hasil erupsi
lumpur dari perut bumi. Untuk mencegah luberan yang semakin tak terkendali,
pemerintah berinisiatif untuk membangun tanggul yang mengelilingi kawasan yang
telah terlanjur tergenang. Lingkaran tanggul ini kemudian membentuk kolam
penampungan lumpur raksasa yang ajaibnya malah dimanfaatkan sebagai destinasi
vakansi baru, utamanya oleh wisatawan lokal. Pelawat memanfaatkan tanggul untuk
berkeliling melihat-lihat genangan lumpur yang terhampar sejauh mata memandang.
Jika malas mengayunkan kaki maka belasan unit ojek siap mengantar. Ojek ini
sendiri dapat dikatakan sebagai roda penggerak ekonomi baru yang muncul pasca
semburan lumpur.
SUTET milik PLN yang terendam. |
Untuk naik ke atas tanggul kami
dimintai uang keikhlasan sebesar Rp 5.000. Kami cukup beruntung karena dapat
melanglang jauh menjelajahi area tanggul. Sudah sebulan lamanya warga memblokir
aktifitas para petugas BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) sehingga
tidak ada pekerja yang terlihat berlalu-lalang, termasuk petugas keamanan yang
biasanya berjaga-jaga. Kami bahkan leluwasa menuruni tanggul untuk merasakan
berdiri di atas endapan lumpur yang telah mengeras sembari mengabadikan gambar.
Sungguh tak layak ditiru.
Kawan-kawan merasakan berpijak di atas lumpur panas yang telah mengering. |
SeorangKawan memperlihatkan sampel lumpur yang membatu. |
Ada beberapa versi mengenai sebab
menyeruaknya lumpur panas ke permukaan bumi Sidoarjo. Yang paling popular tentu
saja akibat kesalahan PT Lapindo Brantas dalam eksploitasi migas yang mereka
usahakan di wilayah Porong, Sidoarjo. Upaya pengeboran ini kemudian menembus
endapan lumpur yang tersimpan di bawah perut bumi. Menurut para ahli endapan
lumpur ini merupakan bagian dari fenomena gunung lumpur yang juga terdapat di
sejumlah wilayah di tanah Jawa. Akibat perhitungan yang salah endapan ini
kemudian memaksa keluar ke permukaan, setidaknya 100.000 meter kubik per hari.
Alhasil, tak kurang dari 16 desa dan tiga kecamatan dipaksa teredampak dalam
tragedi ini. Sejumlah ahli lain mengaitkan fenomena lumpur Sidoarjo dengan
gempa yang terjadi di Yogyakarta beberapa bulan sebelumnya.
Coretan Vandal yang menggambarkan jengahnya warga terhadap para perusak. |
Mengitari tanggul dengan roda dua. |
Enam tahun hampir berlalu sejak
semburan pertama terjadi. Lumpur yang dahulu basah bahkan telah mengering
terlalu lama saat kami coba pijaki, sementara perubahan berarti terhadap
berbagai lini kehidupaan masyarakat
terdampak agaknya masih nihil. Carut-marut dana kompensasi terhadap puluhan ribu
warga yang harus kehilangan tempat tinggal bahkan belum selesai. Keluarga besar
PT Lapindo Brantas yang paling bertanggung jawab berhasil bermain mata dengan
dalih fenomena alam. Ya, fenomena lumpur Lapindo, akibat pendapat sejumlah ahli
sebelumnya, digolongkan sebagai amuk bumi yang tak dapat dihindari. Luar biasa
bangsa ini. Polemik sejatinya bukan cuma itu. Puluhan pabrik yang turut
tenggelam kemudian menghasilkan ribuan angkatan kerja yang harus melanjutkan
hari-hari efektifnya di rumah. Sarana pendidikan yang hilang, ancaman kerusakan
lingkungan, dan bahaya terhadap kesehatan turut menambah pekerjaan rumah semua
pihak yang terlibat. Sembari merenungkan jalannya enam tahun ini, masihkah
harus menunggu tahun 2037, sebagaimana prediksi seorang Geolog Inggris, untuk
menyelesaikan semua masalah? Agaknya kala itu Sidoarjo sudah ambles, menghilang
dari rupa bumi.
Lumpur yang mengering sejauh mata memandang. |
Semburan lumpur Lapindo terletak di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Lumpur panas pertama kali menyembur pada 29 Mei 2006. # Transportasi : Untuk berkeliling melihat keseluruhan area tersedia ojek motor yang berkenan mengantar dengan bea Rp 10.000- Rp 20.000.
0 komentar:
Posting Komentar